Kebenaran Sejarah Pahlawan Revolusi Tersandung Kepentingan Politik
Kebenaran sejarah pahlawan revolusi sesungguhnya masih simpang siur karena peristiwa tersebut memiliki keterkaitan erat dengan kepentingan politik pada masa itu. Masih menjadi sebuah gosip hangat, apakah sesungguhnya sesi penyiksaan terhadap tokoh pahlawan revolusi tertulis apa adanya dalam catatan sejarah Indonesia apakah berbeda dengan drama politik asal korea?
Satu dari sekian banyaknya jadwal urgen pasca meledaknya pemberontakan G30 S – PKI yaitu misi tingkat tinggi menyelamatkan sekumpulan jenderal tertawan. Sejumlah besar pasukan khusus terbentuk demi memenuhi kesuksesan mandat agung secara langsung dari sang presiden Soeharto, memerintahkannya menyisir Lubang Buaya.
Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD menerima informasi terpercaya mengenai kemungkinan bahwa penyekapan para jenderal berlokasi sekitaran Lubang Buaya. Adalah Agen Polisi II bapak Soekitman, sang pembawa info yang melaporkan berita acara tersebut terhadap tim penyelidik terculiknya pahlawan revolusi.
Jika kita menelusuri rekam jejak serta biografi seputar nama agen kepolisian Soekitman, beliau tercatat sebagai salah satu korban penculikan PKI. Berkat jasa beliau, daerah Lubang Buaya resmi menjadi lokasi penyisiran oleh dua tim peleton sekaligus demi kecepatan proses area screening.
Dari hasil wawancara terhadap masyarakat sekitar mereka memainkan airbet88 slot, sebuah sumur baru saja tertimbun tanah serta terdapat pohon besar menancap pada bagian atasnya. Betul saja, setelah menggali sumur mencurigakan tersebut sedalam 8 meter, tim penyisir menemukan tumpukan mayat teridentifikasi sebagai para jenderal tawanan.
Kebenaran Sejarah Pahlawan Revolusi Meragukan Pasca Penemuan Jenazah
Setelah kedua tim peleton menemukan TKP penguburan jenazah para jenderal, kebenaran sejarah pahlawan revolusi semakin terlihat mencurigakan penuh tanda tanya. Mereka mesti mengenakan tabung oksigen khusus penyelaman TNI Angkatan Laut supaya bisa terhindar dari menyengatnya bau busuk mayat para jenderal.
Rombongan presiden Soeharto turut serta bergegas mendatangi TKP penemuan kumpulan jenazah pahlawan revolusi bersama awak media dari RRI serta TVRI. Beliau bersaksi telah melihat dengan sepasang matanya, bahwa dalam sumur mati tersebut penuh timbunan sampah, dedaunan, serta tanah basah bergantian.
Kesaksian mengenai pengalaman menyaksikan proses evakuasi jenazah nasib malang para pahlawan revolusi tertuang pada sebuah buku klasik Slot Gacor terbitan 1989. Buku tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah otobiografi presiden Mayor Jenderal Soeharto sendiri berjudul “Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”.
Presiden Soeharto menambahkan dalam sesi penulisan bukunya, tepat pukul 12 siang berbarengan teriknya cahaya matahari menandakan mulainya ritual pengangkatan jenazah. Team rescuer bentukan darurat masuk ke sumur Lubang Buaya secara bergantian, mengikatkan mayat jenderal ke tubuhnya masing – masing tanpa risih.
Setelah kurang lebih hampir dua jam lamanya acara evakuasi jenazah berlangsung, terkumpul lah lengkap keenam perwira tinggi yang terlaporkan menghilang. Mereka adalah Mayjen S. Parman, Mayjen Suprapto, Mayjen MT Haryono, Brigjen Siswomihardjo, Letjen Ahmad Yani, serta Brigjen D. I. Panjaitan.
Kebohongan Mengenai Rekayasa Siksaan Para Jenderal Terkuak
TVRI memberikan kontribusi besar menyebarkan terciptanya gosip yang pemerintah anggap sebagai kebenaran sejarah pahlawan revolusi selama puluhan tahun lamanya. Stasiun televisi hasil pengelolaan pemerintah pusat Republik Indonesia tersebut sangat getol meliput acara berburu jenazah pahlawan revolusi selama berhari – hari.
Narasi mengenai tragedi penyiksaan sampai mati penuh tambahan bumbu penyedap, sehingga mendramatisir kejadian sesungguhnya terhadap akhir hayat tokoh pahlawan revolusi. Masyarakat dari Sabang sampai Merauke hampir seluruhnya percaya penuh kepada TVRI, menyebabkan kebencian atas setiap orang jika berhubungan kepada PKI.
Kisah penyiksaan sangat bombastis, mengatakan bahwa kabarnya para jenderal teraniaya secara tidak manusiawi dan terlalu kejam oleh pemberitaan masif TVRI. Soeharto saat era Orde Baru memerintahkan seluruh rakyat untuk meyakini bahwasanya para jenderal mengalami pencongkelan bola mata dan pemotongan penis.
Mayor Jenderal sekaligus Presiden Soeharto terkenal dengan sifat diktatornya, yaitu lebih tepatnya apapun perintah beliau wajib terlaksana tanpa boleh terbantahkan. Ketika ia berkuasa, apabila siapapun kedapatan meragukan kronologi siksaan versi TVRI maka konsekuensinya siap menjadi tertuduh antek-antek maupun simpatisan PKI.
Wartawan media Indoprogress mewawancarai narasumber kedua dokter tionghoa, mereka bertugas mengotopsi jenazah para pahlawan revolusi berdasarkan titah langsung oleh Soeharto. Misteri pun terkuak, tatkala pengakuan sang dokter menyatakan bahwa semua mayat jenderal utuh tanpa indikasi mata tercongkel maupun penis terpotong.